SATU
Alin seorang murid kelas 2 SMA yang berwajah cantik dan manis. Hobinya adalah membaca buku, terutama buku-buku pelajaran. Selain buku pelajaran, Alin juga suka membaca novel. Alin yang biasanya melewati hari dengan penuh semangat, kini sangat berbeda, sejak tiga hari lalu Alin mengalami kuarang tidur yang disebabkan oleh mimpi-mimpi yang aneh dan sangat menakutkan yang membuatnya tidak bisa tidur. Anehnya, mimpi aneh yang dialaminya mirip dengan beberapa novel horror yang telah habis dibacanya.
Malam ini sebelum tidur Alin merapihkan meja belajarnya yang berantakan terlebih dahulu. Di atas meja belajarnya telah berserakan buku-buku pelajaran dan novel yang belum sempat dirapihkannya. Setelah selesai memasukkan buku-buku pelajarannya ke rak buku, kini Alin tinggal menyusun buku-buku novelnya dengan cara ditumpuk dan di taruh di sudut meja belajarnya.
Disaat buku-buku novel mulai ditumpuknya, sebuah buku novel horror sempat membuat pandangan Alin terfokus kepada covernya yang berwajah kuntilanak. Dengan cepat Alin langsung mengambil novel horrornya itu dan menumpuknya di atas buku-buku novelnya yang lain, karna ia takut pikirannya juga ikut terfokus ke dalam isi cerita novel horrornya itu yang bisa membuatnya bermimpi aneh.
Setelah selesai merapihkan meja belajarnaya, Alin segera ke tempat tidurnya dengan harapan tidak ada lagi mimpi aneh di dalam tidurnya.
"Ada dimana ni gue?" tanya Alin bingung
"Permisi.., ada orang enggak?"
Saat ini Alin hanya melihat sebuah ruang tamu yang sangat besar, dengan furnitur jaman dulu, barang antik terlihat sangat banyak di ruang tamu tersebut. Alin semakin heran dengan apa yang dilihatnya dan semakin ingin tau siapa pemilik dari rumah tempatnya berada saat ini.
Alin yang tidak mengetahui dimana dirinya saat ini, hanya bisa melihat sekitarnya dan berdiam diri menunggu seseorang datang.
"Alin,"
Disisi lain ruang tamu, Alin mendengar ada seorang wanita yang memanggil namanya. Alin-pun langsung mencari wanita yang baru saja memanggil namanya tadi,
"Ka Rini!?" seru Alin. Ternyata yang tadi memanggil dirinya adalah kaka sepupunya sendiri yang bernama Rini.
"Kamu ngapain disitu sendirian? Udah, mendingan kamu ikut kaka ke atas, yuk!" ajak Rini, sambil membawa beberapa buku di tangan kirinya dan satu gelas jus di tangan kanannya.
Alin akhirnya menuruti ajakan kaka sepupunya itu untuk ikut ke lantai dua. Dengan perasaan yang bingung, Alin mulai mengikuti kaka sepupunya. Sesampainya di tangga, Alin bertambah bingung, heran, dan takut, karna Alin melihat tangga yang sangat lebar dengan bagian sisi tembok yang sangat kotor dan berlumut menuju ke lantai dua. Rasa takut Alin semakin besar ketika mulai menaiki anak tangga yang dilihatnya itu satu demi satu.
Semakin jauh kaki melangkah ke atas, semakin redup cahaya yang menerangi, begitulah cahaya yang dilihat Alin selama menuju ke lantai dua. Sesampainya di lantai dua, rasa bingung dan takut bercampur jadi satu di dalam diri Alin. Dengan keadaan ruangan atas yang sangat kurang akan cahaya, membuat diri Alin semakin takut dan tidak ingin berlama-lama berada di lantai dua ini yang sangat menakutkan baginya. Meskipun takut, Alin tetap mengikuti kaka sepupunya dari belakang dengan kepala sedikit tertunduk.
"Ka.., kita mau kemana sih? Alin takut," tanya Alin. Namun pertanyaannya itu tidak langsung dijawab oleh kaka sepupunya. Karna tidak dijawab, Alin langsung melihat ke arah sepupunya berada,
"Ka., ka Rini !!? Kaka dimana ka? Alin takut," Alin kaget dan panik ketika melihat kaka sepupunya sudah tidak ada di depannya.
Setelah mengetahui kaka sepupunya tak ada, Alin langsung memutuskan untuk kembali kebawah. Namun, Alin tidak menemukan tangga yang tadi dinaikinya, melainkan tembok yang ada diihadapannya.
"Ga, ga mungkin tangganya hilang, gue harus temuin tangga itu"
Dengan rasa takut yang besar, Alin tetap mencari tangga itu hingga ia menemukannya. Dengan cepat Alin datangi setiap sudut di lantai dua ini yang memungkinkan adanya tangga untuk kembali turun kebawah. Semuanya sia-sia, usaha yang dilakukan Alin untuk menemukan tangga itu tidak berhasil, hingga akhirnya ia kelelahan dan berhenti disalah satu sudut di lantai dua ini.
"Mana, mana tangganya? Tolong..," Alin merasa tidak percaya dengan apa yang sedang dialaminya saat ini, air matanya-pun turun ke pipinya yang lembut.
Disertai isak tangis Alin terus berteriak minta tolong kepada siapa saja yang mendengar suaranya. Alin terus menangis dan berteriak minta tolong dengan tubuhnya yang berdiri lemas bersandar ke tembok. Lama kelamaan Alin terduduk di lantai itu karena tubuhnya yang tidak kuat lagi untuk berdiri, air matapun terus membasahi pipinya hingga keringatpun membasahi baju yang dikenakannya, dan tidak lama kemudian ada suara wanita yang terdengar lemah memanggil namanya.
"Alii..n, kemari saya..ng. Ali..n,"
"Ka Rini!? Kaka diamana ka!?" teriak Alin, setelah mendengar suara wanita yang baru saja memanggilnya.
Alin segera menghapus air matanya dan kemudian langsung berdiri mencari suara yang tadi memanggil namanya, Suara itupun terdengar lagi dari ruangan yang minim cahaya,
"Alii..n, kemari sayang. Alii..n,"
Alin mulai berjalan pelan-pelan mendekati ruangan dimana suara wanita itu berasal. Alin mulai melangkah maju ke ruangan itu, sesampainya di depan ruangan itu, Alin berhenti melihat ruangan yang tidak luas. Karena ruangan yang lebih gelap dari tempatnya berdiri, Alin hanya bisa melihat bayangan benda-benda yang ada di ruangan itu, dan kemudian suara wanita itu terdengar lagi dari dalam ruangan tersebut.
"Aliiii..n, Kemari sayaaa...ng,"
Alin langsung melihat ke arah suara wanita itu berasal. Di sudut pojok ruangan Alin melihat bayangan sebuah piano beserta dengan bayangan seseorang yang sedak duduk di bangku piano tersebut.
"Ka...., ka Rinii..?" Panggil Alin. Tidak lama setelah Alin memanggil nama kaka sepupunya, bayangan seorang wanita tersebut terlihat seakan menjatuhkan tubuhnya ke lantai.
*Bersambung...,
"Ga, ga mungkin tangganya hilang, gue harus temuin tangga itu"
Dengan rasa takut yang besar, Alin tetap mencari tangga itu hingga ia menemukannya. Dengan cepat Alin datangi setiap sudut di lantai dua ini yang memungkinkan adanya tangga untuk kembali turun kebawah. Semuanya sia-sia, usaha yang dilakukan Alin untuk menemukan tangga itu tidak berhasil, hingga akhirnya ia kelelahan dan berhenti disalah satu sudut di lantai dua ini.
"Mana, mana tangganya? Tolong..," Alin merasa tidak percaya dengan apa yang sedang dialaminya saat ini, air matanya-pun turun ke pipinya yang lembut.
Disertai isak tangis Alin terus berteriak minta tolong kepada siapa saja yang mendengar suaranya. Alin terus menangis dan berteriak minta tolong dengan tubuhnya yang berdiri lemas bersandar ke tembok. Lama kelamaan Alin terduduk di lantai itu karena tubuhnya yang tidak kuat lagi untuk berdiri, air matapun terus membasahi pipinya hingga keringatpun membasahi baju yang dikenakannya, dan tidak lama kemudian ada suara wanita yang terdengar lemah memanggil namanya.
"Alii..n, kemari saya..ng. Ali..n,"
"Ka Rini!? Kaka diamana ka!?" teriak Alin, setelah mendengar suara wanita yang baru saja memanggilnya.
Alin segera menghapus air matanya dan kemudian langsung berdiri mencari suara yang tadi memanggil namanya, Suara itupun terdengar lagi dari ruangan yang minim cahaya,
"Alii..n, kemari sayang. Alii..n,"
Alin mulai berjalan pelan-pelan mendekati ruangan dimana suara wanita itu berasal. Alin mulai melangkah maju ke ruangan itu, sesampainya di depan ruangan itu, Alin berhenti melihat ruangan yang tidak luas. Karena ruangan yang lebih gelap dari tempatnya berdiri, Alin hanya bisa melihat bayangan benda-benda yang ada di ruangan itu, dan kemudian suara wanita itu terdengar lagi dari dalam ruangan tersebut.
"Aliiii..n, Kemari sayaaa...ng,"
Alin langsung melihat ke arah suara wanita itu berasal. Di sudut pojok ruangan Alin melihat bayangan sebuah piano beserta dengan bayangan seseorang yang sedak duduk di bangku piano tersebut.
"Ka...., ka Rinii..?" Panggil Alin. Tidak lama setelah Alin memanggil nama kaka sepupunya, bayangan seorang wanita tersebut terlihat seakan menjatuhkan tubuhnya ke lantai.
*Bersambung...,




Tidak ada komentar:
Posting Komentar